Yogi Ismail Gani S.Ked
Banyak faktor dapat berkaitan dengan diferensiasi dan pertumbuhan janin. Pada beberapa contoh, zat teratogenik dapat mengenai sistem organ janin yang sangat penting, sehingga mengakibatkan kematian. Beberapa macam zat telah diketahui dapat menimbulkan kelainan kongenital pada sekitar 2-3 % dari semua bayi lahir-hidup. Agen ini antara lain virus, radiasi, obat-obatan, penyakit pada ibu seperti diabetes, dan kelainan kromosom. Efek teratogen tergantung pada genotip ibu dan janin, stadium perkembangan saat terpapar, dan besar serta lamanya paparan terhadap agen tersebut. Teratogen merupakan agen penyebab terjadinya kelainan berupa defek kelahiran atau malformasi. Begitu banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan janin dalam kandungan seorang ibu, namun pada ltm ini akan dibahas faktor-faktor endogen/internal yang dapat mempengaruhinya.
Faktor Kromosom dan Genetik
Kelainan jumlah
Trisomi 21 (sindrom Down)
Sindrom down biasanya disebabkan oleh adanya suatu kopi ekstra kromosom 21. Secara klinis, ciri-ciri anak penderita sindrom down antara lain keterbelakangan pertumbuhan, variasi keterbelakangan jiwa, kelainan kraniofasial, termasuk mata miring ke atas, wajah mendatar, telinga kecil dan cacat jantung.
Trisomi 18 dan Trisomi 13
Penderita pada kromosom 18 akan memperlihatkan ciri-ciri : keterbelakangan jiwa, cacat jantung kongenital, telinga yang letaknya rendah, rahang kecil, dan malformasi susunan rangka. Sementara kelainan utama pada sindrom 13 mempunyai manifestasi yang hampir sama yaitu keterbelakangan jiwa, cacat jantung kongenital, tuli, bibir sumbing dan cacat mata.
Kelainan struktur
Kelainan-kelainan struktur kromosom bisa mengenai satu atau beberapa kromosom dan biasanya disebabkan karena pemecahan kromosom. Pemecahan ini disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan semacam virus, radiasi, dan obat. Akibat pecahnya kromosom ini tergantung dari apa yang terjadi pada potongan-potongan pecahan tersebut . Pada beberapa kasus, potongan suatu kromosom hilang dan bayi yang kehilangan sebagian kromosom tersebut menjadi abnormal. Suatu sindrom terkenal yang disebabkan kehilangan sebagian lengan pendek pada kromosom 5 adalah sindrom cri-du-chat. Anak tersebut kalau menangis menyerupai suara kucing, mikrosefali, keterbelakangan jiwa, dan penakit jantung kongenital.
Gen-gen Mutan
Banyak cacat kongenital pada manusia yang diturunkan dan beberapa diantaranya mengikuti pola hukum mendel. Pada banyak kasus, kelainan dapat langsung disebabkan oleh perubahan pada satu buah gen saja, dinamakan mutasi gen. Single gene mutationmenjadi penyebab sebagian besar malformasi kongenital. Contohnya holoprosencephaly yaitu cacat perkembangan di otak depan dan tengah dimana terjadi mutasi pada gen sonic hedgehog yang berperan pada pengaturan organogenesis pada vertebrata seperti pertumbuhan jari tangan atau kaki serta organisasi otak. Mutasi gen ini menyebabkan hilangnya sebagian hemisfer serebri sepanjang garis tengah otak.
Diperkirakan jenis cacat ini mendekati 8% dari seluruh malformasi pada manusia. Kecuali kromosom X dan Y pada laki-laki, gen membentuk pasangan-pasangan atau alel, sehingga terdapat dua penentu genetik, satu dari ibu dan satu dari ayah. Mutasi akibat gen mutan yang menghasilkan suatu kelainan pada suatu alel disebut mutasi dominan, sedangkan mutasi akibat gen mutan pada kedua alel disebut mutasi resesif. Kerja gen-gen yang cacat juga menyebabkan banya sekali kesalahan-kesalahan metabolisme kongenital, misalnya fenilketonuria. Selain itu telah diketahui bahwa penyebab lain terjadinya hydrosefalus adanya gangguan genetik terkait kromosom X (X-linked).
Hormon
Kontrasepsi oral dan kortison
Pil-pil pengendali kelahiran, yang mengandung estrogen dan progesteron, tampaknya mempunyai potensi teratogenikl. Tapi, karena hormon-hormon lain, seperti dietilstilbestrol, menimbulkan kelainan. Penggunaan kontrasepsi oral hendaknya dihentikan kalau dicurigai terjadi kehamilan karena pil tersebut punya efek teratogenik. Pengaruh pemberian kortison terhadap perkembangan embrio terlihat pada penelitian yang disuntikkan kepada mencit dan kelinci pada tingkat kehamilan tertentu. Hal ini dilakukan karena sangat tidak mungkin menggunakan embrio manusia sebagai objek penelitian. Hasil yang didapat adalah terjadi kelainan pada pada keturunannya yaitu berupa platoskisis.
Usia Ibu
Sejauh ini dketahui faktor usia ibu hamil mempengaruhi tingkat resiko janin mengalami terjadinya abnormalitas seperti sindrom down, kelainan trisomi, dan terjadinya keabnormalan lainnya. Usia yang berisiko adalah ibu hamil pada usia lebih dari 35 tahun. Kehamilan pada usia lebih dari 40 tahun, resikonya meningkat 10 kali lipat dibanding pada usia 35 tahun. Masalah yang timbul pada perkembangan embrio saat masih dalam kandungan, umumnya terjadi pada 3 bulan pertama kelahiran. Pada wanita yang hamil pada usia 35 tahun ke atas mempunai resiko untuk mempunyai janin yang mengalami defek kelahiran sebesar 60%. Sel telur (ovum) semakin menua seiring pertambahan usia perempuan sehingga apabila usia perempuan 40 tahun maka ovumnya pun berarti sudah berusia 40 tahun sehingga tingkat kualitas dari ovum tersebut pun menurun seiring berjalannya waktu. Hal tersebutlah yang meningkatkan terjadinya kelainan pada keturunan selanjutnya.
Daftar Pustaka
Sadler, TW. 1997. Embriologi Kedokteran Langman (Terj. Langman’s Medical Embriology, alih bahasa, joko suyono). Jakarta: Penerbit EGC, p 124-142.
Fenichel, G M. Disorders of cranial Volume and shape. Clinical Pediatric Neurology: A sign and Symptoms Approach 5ed. Philadelphia : Elsevier Saunders, 2005.
Centers for Disease Control and Prevention. Birth defects [page on the internet]. United States. [updated 2009 March 11; cited 2009 May 5] Available from http://www.cdc.gov/ ncbddd/bd/default.htm