Fisiologi Saliva


Oleh Yogi Ismail Gani S.ked

Kelenjar saliva yang utama adalah kelenjar parotis, submandibularis, dan sublingualis; selain itu, juga ada beberapa kelenjar bukalis  yang sangat kecil. Sekresi saliva normal harian berkisar 800 sampai 1500 mililiter.
        Saliva mengandung dua tipe sekresi protein yang utama: (1) sekresi serosa yang mengandung ptialin (suatu α-amilase), yang merupakan enzim untuk mencernakan karbohidrat, dan (2) sekresi mukus yang mengandung musin untuk tujuan pelumasan dan perlindungan permukaan.
         Kelenjar parotis hampir seluruhnya menyekresi tipe serosa, sementara kelenjar submandibularis dan sublingualis menyekresi mukus dan serosa. Kelenjar bukalis hanya menyekresi mukus. Saliva mempunyai pH antara 6,0 dan 7,0, suatu kisaran yang menguntungkan untuk kerja pencernaan dari ptialin.

Sekresi Ion pada Saliva

            Saliva terutama mengandung sejumlah besar ion kalium dan ion bikarbonat. Sebaliknya, konsentrasi ion natrium dan klorida umumnya lebih rendah pada saliva daripada di dalam plasma. Kelenjar submandibularis , suatu kelenjar campuran khusus yang mengandung duktus asinus maupun duktus salivarius. Sekresi saliva terjadi melalui dua tahap: tahap pertama melibatkan asinus, dan yang kedua, duktus salivarius. Sel asinus menyekresi sekresi primer yang mengandung ptialin dan/atau musin dalam larutan ion dengan konsentrasi yang tidak jauh berbeda dari yang disekresikan dalam cairan ekstrasel biasa. Sewaktu sekresi primer mengalir melalui duktus, terjadi dua proses transpor aktif utama yang memodifikasi komposisi ion pada cairan saliva secara nyata.
            Pertama, ion-ion natrium secara aktif direabsorbsi dari semua duktus salivarius, dan ion-ion kalium disekresi secara aktif sebagai natrium. Oleh karena itu, konsentrasi ion natrium dari saliva sangat berkurang, sedangkan konsentrasi ion kalium meningkat. Akan tetapi, ada kelebihan reabsorbsi ion natrium yang melebihi sekresi ion kalium, dan ini membuat kenegatifan listrik sekitar -70 milivolt di dalam duktus salivarius, dan keadaan ini kemudian menyebabkan ion klorida direabsorbsi secara pasif. Karena itu, konsentrasi ion klorida pada cairan saliva turun sekali, serupa dengan penurunan konsentrasi ion natrium pada duktus.
            Kedua, ion-ion bikarbonat disekresi oleh epitel duktus ke dalam lumen duktus. Hal ini sedikitnya sebagian disebabkan oleh pertukaran pasif ion bikarbonat dengan ion klorida, tetapi mungkin juga sebagian hasil dari proses sekresi aktif.
            Hasil akhir dari proses transpor ini adalah bahwa pada kondisi istirahat, konsentrasi masing-masing ion natrium dan klorida dalm saliva hanya sekitar 15 mEq/L, sekitar sepertujuh sampai sepersepuluh konsentrasinya dalam plasma. Sebaliknya, konsentrasi ion kalium adalah sekitar 30 mEq/L, tujuh kali lebih besar dari konsentrasinya dalam plasma; dan konsentrasi ion bikarbonat adalah 50 sampai 70 mEq/L, sekitar dua sampai tiga kali lebih besar dari konsentrasinya dalam plasma.

            Selama saliva maksimal, konsentrasi ion saliva sangat berubah karena kecepatan pembentukan sekresi primer oleh sel asini dapat meningkat sebesar 20 kali lipat. Sekresi asinar ini kemudian akan mengalir melalui duktus begitu cepatnya sehingga pembaruan sekresi duktus diperkirakan menurun. Oleh karena itu, bila saliva sedang disekresi dalam jumlah sangat banyak, konsentrasi natrium klorida akan meningkat hanya sekitar stengah sampai dua pertiga konsentrasi dalam plasma, dan konsentrasi kalium meningkat hanya empat kali konsentrasi dalam plasma.
Pengaturan Sekresi Saliva oleh Saraf
            Kelenjar saliva terutama dikontrol oleh sinyal saraf parasimpatis sepanjang jalan dari nukleus salivatorius superior dan inferior pada batang otak. Nukleus salivatorius terletak kira-kira pada pertemuan antara medula dan pons dan akan tereksitasi oleh rangsangan taktil dan pengecapan dai lidah dan daerah-daerah rongga mulut dan faring lainnya. Beberapa rangsangan pengecapan, terutama rasa asam (disebabkan oleh asam), merangsang sekresi saliva dalam jumlah sangat banyak- seringkali 8 sampai 20 kali kecepatan sekresi basal. Juga, rangsangan taktil tertentu, seperti adanya benda halus dalam rongga mulut (misalnya suatu batu krikil), menyebabkan salivasi yang nyata, sedangkan benda yang kasar kurang menyebabkan salivasi dan kadang bahkan menghambat salivasi.

            Salivasi juga dapat dirangsang atau dihambat oleh sinyal-sinyal saraf yang tiba pada nukleus salivatorius dari pusat-pusat sistem saraf pusat yang lebih tinggi. Sebagai contoh, bila seseorang mencium atau makan makanan yang disukainya, pengeluaran saliva lebih banyak daripada bila ia mencium atau memakan makanan yang tidak disukainya. Daerah nafsu makan pada otak, yang mengatur sebagian efek ini, terletak di dekat pusat parasimpatis hipotalamus anterior, dan berfungsi terutama sebagai respons terhadap sinyal dari daerah pengecapan dan penciuman dari korteks serebral atau amigdala.
            Salivasi juga dapat terjadi sebagai respons terhadap refleks yang berasal dari lambung dan usus halus bagian atas- khususnya saat menelan makanan yang sangat mengiritasi atau bila seseorang mual karena adanya beberapa kelainan gastrointestinal. Saliva, ketika ditelan, akan membantu menghilangkan faktor iritan pada traktus gastrointestinal dengan cara mengencerkan atau menetralkan zat iritan.
            Perangsangan simpatis juga dapat meningkatkan salivasi dalam jumlah sedikit, lebih sedikit dari perangsangan parasimpatis. Saraf-saraf simpatis berasal dari ganglia servikalis superior dan berjalan sepanjang permukaan dinding pembuluh darah ke kelenjar-kelenjar saliva.

            Faktor sekunder yang juga memengaruhi sekresi saliva adalah suplai darah ke kelenjar  karena sekresi selalu membutuhkan nutrisi yang adekuat dari darah. Sinyal-sinyal saraf parasimpatis yang sangat merangsang salivasi, dalam derajat sedang juga melebarkan pembuluh-pembuluh darah. Selain itu, salivasi sendiri secara langsung melebarkan pembuluh-pembuluh darah, sehingga menyediakan peningkatan nutrisi kelenjar saliva seperti yang juga dibutuhkan sel penyekresi. Sebagian dari tambahan efek vasodilator ini disebabkan oleh kalikrein yang disekresikan oleh sel-sel saliva yang aktif, yang kemudian bekerja sebagai suatu enzim untuk memisahkan satu protein darah, yaitu α2-globulin, untuk membentuk bradikinin, suatu vasodilator yang kuat.