Rehabilitasi Penglihatan


Rehabilitasi Penglihatan
Oleh Hilman Zulkifli A

Gangguan mata memiliki implikasi ke depannya. Populasi kebutaan terbanyak terdapat di Asia Tenggara, kemudian di daerah Western Pacific, dan yang ketiga terbesar ialah di Afrika. Penyebab kebutaan terbanyak ialah katarak dan yang kedua ialah penyebab kelainan mata yang lain, sementara yang ketiga ialah glaukoma. 

Dalam rehabilitasi, ada 4 unsur yang saling berhubungan dan mempengaruhi kehidupan hal ini disebut juga performance model yaitu keadaan kardiorespirasi dan sensorimotor (aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, bergerak), kognitif (bekerja dan belajar), dan psikososial (bermain, hubungan interpersonal).

Oleh karena itu, aspek sensorimotor (penginderaan) sangat berperan dalam kehidupan sehari-hari. Kontribusi penginderaan dalam kehidupan adalah
 orientasi dan mobilitas, aksesibilitas, dan komunikasi serta korespondensi. Masalah utama pada gangguan penglihatan dan pendengaran terutama ialah gangguan komunikasi. Selain komunikasi aktivitas juga menjadi terhambar. Hal ini seperti yang tergambar dalam kehidupan sehari-hari,  orang buta, selalu menggerak-gerakkan kepala dan tangannya untuk mencari sumber bunyi akibat kehilangan fungsi penglihatan. Selain itu, biasanya orang buta selalu menggunakan tongkat yang cukup panjang terutama untuk mengatasi gangguan koordinasi dan keseimbangan bilateral terkait hilangnya fungsi penglihatan.

Sementara pada anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan, kebutaan dapat menghambat proses tumbang anak. Anak yang mempunyai fungsi penglihatan normal dapat berjalan pada umur 12 bulan, sementara pada anak yang buta baru bisa berjalan pada usia sekitar 20 bulan. Selain itu pada kebutaan juga terjadi penurunan kualitas kognitif, hubungan intrapersonal, dan mobilitas serta orientasi.

Oleh karena itu, dalam rehabilitasinya digunakan konsep sensory training yaitu bagaimana mengintegrasikan semua sensori-sensori yang masih ada pada seseorang. Latihan-latihan dilakukan untuk meningkatkan kemampuan secara maksimal dengan fungsi yang minimal. Misalkan fungsi tangan pada pasien stroke hanya tinggal 75%, bagaimana memaksimalkan kemampuan fungsi yang 75% itu. Hal ini bisa tercapai karena adanya neuroplastisitas. Model sensory training ini harus disesuaikan dengan prinsip pengobatan sensory integration dan neuro developmental therapy. Jadi, semua unsur-unsur yang sangat berhubungan dengan sistem saraf pusat harus diaktifkan melalui latihan stimulasi yang dilakukan terus-menerus.

Sensory training terdiri dari berbagai macam langkah seperti latihan menggunakan dan menajamkan sensori lain yang masih berfungsi (auditory perceptual, visual perceptual, dan kinestetik), meningkatkan sensitivitas rangsang taktil, memaksimalkan stimulasi vestibular dan proprioseptif. Perlu juga dilakukan pengembangan konsep (spasial dan struktur bangunan) dan kemampuan motorik.

Sementara itu dalam rehabilitasi untuk aspek komunikasi serta korespondensi digunakan sistem Braille. Yaitu membaca tulisan dengan meraba-raba pada sebuah kertas Braille yang terdiri dari titik-titik yang menonjol dimana titik-titik ini dikonfigurasikan sedemikian rupa untuk membentuk masing-masing karakter dalam tulisan.